Rentjong Atjeh adalah film aksi Hindia Belanda tahun 1940 yang disutradarai The Teng Chun yang mengisahkan sekelompok orang yang hendak balas dendam kepada para perompak di Selat Malaka. Film ini dibintangi Ferry Kock, Dewi Mada, Bissoe, Mohammad Mochtar, dan Hadidjah. Film ini dibuat dekat pesisir Batavia (sekarang Jakarta) dan memakai kembali rekaman film The sebelumnya, Alang-Alang (1939).Rentjong Atjeh, sebagian terinspirasi oleh film-film Tarzan, sukses di pasaran dan sekarang hilang dari peredaran.
Alur[sunting | sunting sumber]
Perompak mulai menjelajahi Selat Malaka, merampok kapal, dan membunuh awak dan penumpangnya. Di sebuah kapal, tiga anak selamat: Maryam (Dewi Mada), yang ditangkap dan dipaksa tinggal bersama kapten perompak (Bissoe), dan kakak beradik Daud (Mohammad Mochtar) dan Rusna (Hadidjah), yang kabur ke hutan. Lima belas tahun kemudian, Rusna bertemu Ali (Ferry Kock), seorang tentara yang jatuh cinta dengannya. Sementara itu, Daud jatuh cinta dengan Maryam, yang bekerja sebagai penari untuk kapten perompak. Ali dan Daud menyerbu kapal perompak dan membunuh awaknya. Ali membunuh kapten dengan rencongnya (belatiAceh). Mereka akhirnya hidup damai tanpa gangguan perompak.[1][2]
Produksi[sunting | sunting sumber]
Rentjong Atjeh ditulis oleh Ferry Kock, mantan anggota kelompok sandiwara Dardanella yang baru saja pulang dari Amerika Serikat. Istrinya, Dewi Mada, membintangi film ini bersama aktor-aktor lain seperti Kock, Mohammad Mochtar, Hadidjah, dan Bissoe. Munculnya Kock dan Mada kelak meneruskan tren perpindahan personel sandiwara ke dunia perfilman pasca suksesnya Terang Boelan (1937) yang disutradarai Albert Balink. Beberapa orang yang pindah ke industri perfilman meliputi Andjar dan Ratna Asmara, Fifi Young dan suaminya, Njoo Cheong Seng.[1][3][4]
The Teng Chun, pemilik Java Industrial Film (JIF), menjadi produser sekaligus sutradaranya. Kock awalnya diminta menyutradarai film ini, namun tidak mampu.[5] Saudara-saudara The juga mengerjakan film ini: The Teng Liong menjadipengarah suara, sedangkan The Teng Hwi menjadi sinematografernya.[6][7] Mas Sardi menulis dan menggubah beberapa lagu untuk film ini, termasuk "Oh Ajah dan Iboekoe" dan "Akoe Ta' Sangka".[6][8]
Film ini direkam dengan kamera hitam putih.[1] Ketika pemerintah Hindia Belanda mempersiapkan perang melawan Jepang setelah invasi Jerman ke Belanda, The tidak diizinkan merekam adegan di laut. Adegan yang menampilkan para perompak tersebut direkam di pesisir teluk Batavia (sekarang Jakarta). Adegan-adegan lain diambil dari rekaman usang film The sebelumnya, Alang-Alang (1939).[5] Sejumlah adegan terinspirasi oleh film-film Hollywood. Sebuah adegan ketika tokoh yang diperankan Ferry Kock menggigit rencong sambil bertempur terinspirasi oleh sebuah adegan dalamfilm-film Tarzan.[2] Alang-Alang dan film Poetri Rimba juga terinspirasi oleh seri Tarzan.[9]
Rilis[sunting | sunting sumber]
Rentjong Atjeh tayang perdana pada tahun 1940 di Sampoerna Theater,Surabaya. Sebelumnya, alur film ini diserialkan dan musik lagunya diterbitkan dalam bentuk buku promosi.[10] Film ini juga ditayangkan di Malaya Britania dan diiklankan sebagai "drama sejarah Melayu besar pertama".[11]
Rentjong Atjeh sukses di pasaran dan sejarawan film Indonesia Misbach Yusa Biran menyebut kesuksesan ini dikarenakan kemampuan pemasaran Andjar Asmara.[5] Selepas film ini, JIF rutin menerbitkan majalah promosi berjudul JIF Journalyang berisikan informasi tentang film-film mendatang.[10]
Film ini bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya.[12] Akan tetapi, Katalog Film Indonesiayang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.[13]